Category: Uncategorized


Satu lagi PSAK konvergensi IFRS yang akan berlaku efektif sejak 1 Januari 2012, yaitu PSAK 62 tentang Kontrak Asuransi. Industri jasa keuangan terutama industri asuransi jiwa yang berbasis kepercayaan nasabah, selalu mengutamakan “data reliability” karena melakukan bisnis dalam jangka panjang. Dalam pengelolaan data keuangan ini diperlukan suatu sistem pelaporan yang standar, menyajikan informasi yang jelas, tepat waktu, transparan dan memiliki akuntabilitas.

Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia telah mengesahkan dan menerbitkan 3 PSAK untuk asuransi sebagai berikut:
1. PSAK 62: Kontrak Asuransi
PSAK 62 yang diadopsi dari IFRS 4: Insurance Contract per Januari 2009 ini mempunyai tujuan yaitu untuk mengatur pelaporan keuangan kontrak asuransi oleh setiap entitas yang menerbitkan kontrak asuransi.
2. PSAK 28 (revisi 2011): Akuntansi Kontrak Asuransi Kerugian
PSAK 28 merupakan PSAK yang pengaturannya melengkapi PSAK 62. Oleh sebab itu untuk insurer yang memiliki kontrak asuransi kerugian selain menerapkan PSAK 62, juga harus menerapkan persyaratan dalam PSAK 28 (revisi 2011).
3. PSAK 36 (revisi 2011): Akuntansi Kontrak Asuransi Jiwa
PSAK 36 merupakan PSAK yang pengaturannya melengkapi PSAK 62. Oleh sebab itu untuk insurer yang memiliki kontrak asuransi jiwa selain menerapkan PSAK 62, juga harus menerapkan persyaratan dalam PSAK 28 (revisi 2011).
PSAK 62 mengatur mengenai kontrak asuransi yang dimiliki entitas bukan hanya entitas asuransi, namun semua entitas yang mempunyai kontrak asuransi. Sehingga jika entitas non asuransi yang mempunyai kontrak asuransi sesuai ruang lingkup PSAK 62, maka entitas tersebut menerapkan PSAK 62. PSAK 62 ini dikeluarkan bersamaan dengan revisi PSAK 28 dan PSAK 36 sebagai seperangkat standar asuransi. Sehingga jika ada kontrak asuransi yang merupakan asuransi kerugian, maka menerapkan PSAK 62 dan PSAK 28 (revisi 2010): Akuntansi Asuransi Kerugian, sedangkan jika ada kontrak asuransi yang merupakan asuransi jiwa, maka entitas tersebut menerapkan PSAK 62 dan PSAK 36 (revisi 2010): Akuntansi Asuransi Jiwa.
Standar Kontrak Asuransi ini diterapkan untuk:
• Kontrak Asuransi: Life dan non-life, kontrak asuransi langsung (direct insurance) dan reasuransi
• Instrumen keuangan yang diterbitkan dengan fitur partisipasi tidak mengikat (discretionary participation feature). Maksud Fitur partisipasi tidak mengikat (discretionary participation feature) adalah hak kontraktual untuk menerima tambahan manfaat yang dijamin.
Tujuan pernyataan ini adalah menentukan pelaporan keuangan untuk kontrak asuransi setiap entitas yang menerbitkan kontrak asuransi. Pernyataan ini secara khusus mensyaratkan:
• pengembangan terbatas akuntansi insurer untuk kontrak asuransi
• pengungkapan yang mengidentifikasi dan menjelaskan jumlah dalam laporan keuangan insurer yang timbul dari kontrak asuransi dan membantu pengguna laporan keuangan dalam memahami jumlah, waktu dan ketidakpastian arus kas masa depan dari kontrak asuransi.
Apa saja karakteristik kontrak asuransi?
• Salah satu pihak (insurer) secara signifikan menerima risiko asuransi (insurance risk);
• Ketidakpastian kejadian masa depan;
• Mengandung risiko asuransi (insurance risk) dan risiko lain. Namun risiko asuransi dan risiko lain seperti risiko keuangan (financial risk) yang timbul dalam kontrak asuransi harus dipisahkan.
Dampak penerapan PSAK 62 ini adalah kontrak yang mempunyai bentuk hukum sebagai kontrak asuransi belum tentu memenuhi definisi sebagai kontrak asuransi, begitu juga sebaliknya.
Beberapa kontrak asuransi mengandung baik komponen asuransi maupun komponen deposit. Dalam beberapa kasus, insurer disyaratkan atau diizinkan untuk memisahkan komponen-komponen tersebut:
(a) Pemisahan disyaratkan jika kedua kondisi berikut terpenuhi:
(i) Insurer dapat mengukur komponen deposit (termasuk opsi penyerahan melekat) secara terpisah (misalnya tanpa mempertimbangkan komponen asuransi).
(ii) Kebijakan akuntansi insurer sebaliknya tidak mensyaratkan untuk mengakui seluruh hak dan kewajiban yang muncul dari komponen deposit.
(b) Pemisahan diizinkan, tapi tidak disyaratkan, jika insurer dapat mengukur komponen deposit secara terpisah seperti disebutkan pada (a)(i), tetapi kebijakan akuntansi mensyaratkan untuk mengakui seluruh hak dan kewajiban yang muncul dari komponen deposit, terlepas dari dasar yang digunakan untuk mengukur hak dan kewajiban tersebut. Atau dengan kata lain, kondisi pada (a)(ii) tidak terpenuhi.
(c) Pemisahan dilarang jika insurer tidak dapat mengukur komponen deposit secara terpisah.
Kapan Insurer dapat melakukan perubahan kebijakan akuntansi?
Insurer dapat mengubah kebijakan akuntansi untuk kontrak asuransi, kecuali perubahan tersebut akan mengakibatkan:
a. pengukuran liabilitas asuransi dengan basis tidak didiskonto (undiscounted basis)
b. pengukuran hak kontraktual fee manajemen investasi masa depan melebihi nilai wajar fee pasar. Besar kemungkinan bahwa nilai wajar pada saat hak kontraktual tersebut dimulai sama dengan biaya awal (origination fee) yang dibayarkan, kecuali fee manajemen investasi masa depan dan biaya-biaya terkait jauh diluar perbandingan dengan pasar
c. penggunaan kebijakan akuntansi yang tidak seragam atas entitas anaknya
Jika kebijakan akuntansi tersebut berbeda, maka insurer dapat mengubah kebijakan akuntansi tersebut jika perubahan tidak membuat kebijakan akuntansi semakin beragam dan juga memenuhi persyaratan lain dalam pernyataan ini.
Bagaimana Melakukan Tes Kecukupan Liabilitas?
• Insurer menilai kecukupan liabilitas asuransi dengan menggunakan estimasi kini atas arus kas masa depan pada setiap akhir periode pelaporan
• Jika nilai tercatat liabilitas asuransi tidak mencukupi dibandingkan estimasi arus kas masa depan, maka kekurangan harus diakui dalam laporan laba rugi.
Jika kebijakan akuntansi insurer tidak mensyaratkan tes kecukupan liabilitas yang memenuhi persyaratan minimum, maka insurer :
(a) menentukan nilai tercatat atas liabilitas asuransi relevan dikurangi nilai tercatat dari:
(i) setiap biaya akuisisi tangguhan terkait; dan
(ii) setiap aset takberwujud terkait, seperti yang diperoleh dalam kombinasi bisnis atau transfer portofolio. Namun, aset reasuransi terkait tidak dipertimbangkan karena insurer mempertimbangkannya terpisah.
(b) menentukan apakah jumlah yang dijelaskan di huruf (a) lebih kecil dari nilai tercatat yang akan disyaratkan jika liabilitas asuransi relevan ada dalam ruang lingkup PSAK 57 (Revisi 2009): Provisi, Liabilitas Kontinjensi dan Aset Kontinjensi. Jika jumlah tersebut lebih kecil, maka insurer mengakui semua selisihnya pada laba rugi dan mengurangi jumlah tercatat biaya akuisisi tangguhan terkait atau aset tak berwujud atau meningkatkan jumlah tercatat liabilitas asuransi yang relevan.
Jika tes kecukupan liabilitas, insurer memenuhi persyaratan minimum, maka tes tersebut diterapkan pada tingkat agregasi tertentu dalam tes tersebut.
Jika tes kecukupan liabilitas tidak memenuhi persyaratan minimum tersebut, maka perbandingan yang dijelaskan dijelaskan di atas harus dibuat pada level portofolio kontrak bergantung pada risiko yang sama dan dikelola bersama sebagai portofolio tunggal.
Bagaimana Ketentuan Transisi-nya ?
PSAK 62 tidak mengatur mengenai ketentuan transisi, oleh karena itu ketentuan transisi tersebut mengacu ke PSAK 25 (revisi 2009): Kebijakan Akuntansi, Estimasi Akuntansi dan Kesalahan, yaitu retrospektif.
Berlakunya PSAK 62 mulai 1 Januari 2012 dan PSAK yang lainnya bagi industri asuransi merupakan harmonisasi dalam penyusunan laporan keuangan. Dengan demikian, sistem pelaporan keuangan yang seragam dan sesuai standar internasional dapat mendorong setiap komponen dalam industri ini untuk lebih siap menghadapi era globalisasi. Diharapkan setiap pelaku ekonomi bersiap-siap diri dalam menyambutnya. Hal ini sangat penting mengingat penerapan konvergensi IFRS dimungkinkan sangat berpengaruh pada iklim dunia bisnis di Indonesia.

Ada 3 kendala dalam mengadopsi penuh IFRS :

1. Kurang siapnya infrastuktur seperti DSAK sebagai Financial Accounting Standart Setter.
DSAK adalah perumus SAK yang ada di Indonesia. Pada prakteknya DSAK mendapatkan berbagaimacam kritik. Diantaranya adalah minimnya partisipasi dari pihak-pihak yang berkepentingan dalam setiap exposure draft hearingPSAK yang baru akan diberlakukan. Padahal untuk dapat di “cap” kualitas generally accepted accounting principle / GAAP adalah harus melewati tahapan-tahapan yang diantaranya melibatkan seluruh stakeholeder yang terlibat.
Selain itu status ketua dan anggota DSAK yang tidak bekerja full time membuat DSAK dipandang kurang begitu loyal dan independen. Dan yang memprihatinkan adalah belum ada satu peraturan pun yang memberikan mandate bagi DSAK untuk mengeluarkan SAK.

2. Kondisi perundanga-undangan yang belum tentu sinkron dengan IFRS.
Regulasi yang berkaitan dengan standar akuntansi dan pelaporan keuangan di Indonesia tidak begitu jelas. Terdapat banyak perundang-undangan yang kurang mendukung terhadap standar akuntansi dan pelaporan keuangan.
Di dalam IAS 16, standar internasional memperbolehkan pengukuran aktiva tetap memakai revaluation model (ditahun berikutnya setelah aktiva di nilai berdasarkan nilai perolehannya. Perusahaan-perusahaan di Indonesia dapat menerapkan revalution model (fair value accounting) dalam pencatatan PPE (Property, Plan, and Equipment) mulai tahun 2008 (asumsi bahwa PSAK 16 akan mulai efektif tahun 2008). Hal ini adalah perubahan yang cukup besar karena selama ini revalution model belum dapat diterapkan di Indonesia dan hanya bisa dilakukan jika ketentuan pemerintah mengijinkan.
Apa perbedaan historical cost yang selama ini sudah lebih dikenal oleh dengan revalution model ?
Revaluation model memperbolehkan PPE dicatat berdasarkan nilai wajarnya. Permasalahannya di Indonesia adalah sistem perpajakan yang tidak mendukung standar ini. Di dalam peraturan perpajakan, revaluasi aset ke atas dikenai pajak final sebesar 10% dan harus dibayar pada tahun tersebut (tidak boleh dicicil dalam 5 tahun misalnya) dan tidak menghasilkan hutang pajak tangguhan yang bisa dibalik di tahun berikutnya bila nilai aktiva turun. Bayangkan apabila perusahaan memutuskan memakai revalution model dan setiap tahun harga asetnya meningkat, maka setiap tahun harus membayar pajak final.
Padahal kenaikan harga aset tersebut tidaklah membawa aliran kas masuk ke dalam perusahaan. Bila aturan perpajakan tidak mendukung, maka dapat dipastikan perusahaan akan enggan menerapkan revaluation model. Bukan hanya sistem pajaknya saja yang memberatkan, bila perusahaan memakairevaluation model, maka siap-siap untuk keluar uang lebih banyak untuk menyewa jasa penilai. Hal ini dikarenakan banyaknya aset tetap yang btidak memiliki nilai pasar sehingga ketergantungan kepada jasa penilai (assessor) akan besar untuk menilai aset-aset ini.

3. Kurang siapnya SDM dan dunia pendidikan di Indonesia
IFRS hanyalah alat untuk mencapai kemudahan dalam berinvestasi. Yang akan menggunakan dan mengoptimalkan alat tersebut tidak lain tidak bukan hanyalah manusia itu sendiri meskipun akan sedikit di bantu dengan teknologi informasi. SDM di Indonesia haruslah dapat memahami dengan baik apa itu IFRS. Tentunya SDM-SDM yang berhubungan langsung dengan laporan keuangan baik praktisi, pemerintah, hingga akademisi.
Salah satu kelemahan SDM Indonesia adalah kesulitan dalam menerjemahkan IFRS. Jadi dalam menerjemahkan dan memahami IFRS membutuhkan waktu yang tidak singkat. Padahal perubahan-perubahan di IFRS adalah sangat cepat, sehingga saat IFRS yang sudah selesai diterjemahkan terkadang IFRS yang tidak lagi berlaku. Kondisi ini berbanding terbalik dengan Negara lain yang langsung mengambil teks asli IFRS tanpa menerjemahkannya terlebih dahulu.

ISU PERMASALAHAN :

1    Revaluasi aktiva tetap, property, dan aktiva biologi tidak diakui sebagai bagian dari ekuitas. Revaluasi aktiva tidak hanya menaikan nilai aktiva, tetapi juga dapat menurunkan nilai aktiva yang belum atau pernah direvaluasi (IAS 16, IAS 38, IAS 40, dan IAS 41)    Apakah selisih dari revaluasi aktiva-aktiva tersebut dikenakan Pajak?
Apakah selisih dari revaluasi aktiva-aktiva tadi dapat dikonversikan menjadi saham?

2    Pemegang saham dikelompokan sebagai bagian dari pihak yang memiliki hubungan istimewa. Pemegang saham BUMN adalah Negara, sedangkan pemerintah adalah penyelenggara Negara. Dalam kasus BUMN, harus bias dibedakan saat kapan pemerintah bertindak sebagai pemegang saham dan sebagai regulator.    Dalam kasus BUMN, instansi pemerintah manakah yang digolongkan sebagai pihak yang memiliki hubungan istimewa?

3    IAS dan IFRS harus diterapkan secara konsisten dengan berlandaskan kepada Framework for the Preparation and Presentation of Financial Statement.    IAS dan IFRS beresiko diterapkan sebagian-sebagian oleh perbankan dan lembaga keuangan berbasis syariah.

4    Dalam menentukan nilai wajar, prioritas utama ditekankan pada penggunaan harga pasar resmi aktiva yang dinilai    Tidak semua jenis aktiva memiliki harga resmi pasar. Jika IAS dan IFRS diterapkan secara penuh maka sebagian besar nilai wajar akan ditentukan menggunakan jasa konsultan penilai. Apakah konsultan penilai memahami benar IFRS?

Buruk Sangka Penerapan IFRS di Indonesia

Jelas disebutkan bahwa perekonomian Indonesia adalah berasaskan kekeluargaan. Akan tetapi semakin ke depan perekonomian Indonesia adalah Kapitalis. Tidak bias dipungkiri lagi kedigdayaan Negara barat (Negara capital) telah mempengaruhi seluruh pola hidup masyarakat indonesia dari kehidupan sehari-hari hingga permasalahan ekonomi.
Padahal dalam pasal 33 ayat 1 yang berbunyi, “ Perekonomian disusun atas usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan”. Disini secara jelas nampak bahwa Indonesia menjadikan asas kekeluargaan sebagai fondasi dasar perekonomiannya. Kemudian dalam pasal 33 ayat 2 yang berbunyi, “Cabang-cabang produksi yang bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”, dan dilanjutkan pada pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan di pergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat,” dari bunyinya dapat dilihat bahwa dua pasal ini mengandung intisari asas itu.
Akan tetapi dengan kemunculan konvergensi IFRS tersebut muncul buruk sangka bahwa ada golongan-golongan yang menginginkan keterbukaan yang amat sangat di dalam dunia investasi. Terutama keterbukaan investor asing untuk berinvestasi di Indonesia dan makmur di Negara Indonesia. Hal tersebut tentu berseberangan dengan UUD pasal 33 tersebut. Terlebih lagi dengan adanya Undang-Undang Penanaman modal di tahun 2007 lalu maka semakin terlihat jelas bahwa ada indikasi untuk mengalihkan tanggung jawab pemerintah ke penguasa modal (kapitalis).
Hubungannya dengan IFRS adalah, keseragaman global menjadi masyarakat mudah berburuk sangka bahwa pemegang kebijakan Akuntansi di Indonesia adalah kapitalisme dan mengesampingkan asas perekonomian Indonesia yang tercetak jelas di Undang-Undang. Dan dokterin penyeragaman ini dapat memunculkan indikasi miring bahwa Indonesia semakin dekat dengan sistem kapitalisme dan memudahkan investor asing untuk mengeruk kekayaan di Indonesia.

Nama Kelompok :
1. Asmoro Djati 20208202
2. Desi Saras Wati 20208331
3. Lailly Kamalia R 20208723
KELAS : 4EB08

Latar Belakang
Beberapa bulan lalu kegiatan impor garam yang dilakukan oleh pemerintah mendapat banyak kecaman baik dari DPR, LSM, maupun dari para petani garam lokal, impor tersebut diniliai tidak tepat Karena akan menimbulkan dampak yang besar pada perekonomian sektor riil, dampak tersebut antara lain, pengeluaran anggaran yang tidak tepat waktu sehingga dinilai \sebagai pemborosan, menurunkan harga garam lokal dan dapat menurunkan produktifitas petani garam lokal. Oleh Karena itu, pemerintah dituntut melakukan kebijakan ekonomi berupa pembatasan impor garam, proteksi terhadap petani garam lokal, dan mengeluarkan undang-undang yang mengatur tentang pembatasan impor garam.
Kebijakan impor tersebut juga membuat petani garam lokal kecewa dan marah. Karena seharusnya pemerintah mendukung kegiatan panen garam nasional agar, produktifitas dan ketersediaan garam di dalam negeri mencukupi, bukannya melakukan impor garam yang akhirnya membebani petani garam lokal. Hal itu juga memicu demonstrasi di beberapa kota penghasil garam yang menuntut normalisasi harga garam lokal.
Pengertian Etika Bisnis
Etika bisnis merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis (Velasquez, 2005).
KASUS
LSM Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) menegaskan bahwa keputusan pemerintah untuk menghentikan impor garam harus dikawal ketat
Halim juga berpendapat, keputusan pemerintah menghentikan impor garam seharusnya sudah bisa diambil sejak lama karena beredarnya garam impor selama ini telah berimplikasi negatif terhadap hasil panen raya petani dan mematikan sentra produksi garam nasional.
Untuk itu, lanjutnya, keputusan tersebut harus diikuti dengan upaya-upaya perbaikan yang berkelanjutan di level domestik yang selama ini dinilai masih terjadi ketidakharmonisan antarkementerian.
Sebelumnya, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengatakan, komoditas garam untuk konsumsi sudah tidak boleh diimpor lagi dan saat ini sudah tidak terdapat lagi perseteruan antar kementerian.
Menurut Fadel, pada saat ini sudah terdapat kesepakatan untuk tidak lagi melakukan impor garam dan sudah tidak ada lagi kekisruhan antarkementerian terkait dengan permasalahan garam impor.
Sementara itu, Menko Perekonomian Hatta Rajasa mengatakan, pemerintah tetap bertekad melakukan swasembada garam serta akan membantu pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) untuk meningkatkan produksi garam di Tanah Air.
Terkait dengan garam impor yang sedang disegel yang melanggar ketentuan importasi, Hatta mengemukakan, pilihan untuk melakukan reekspor atau memusnahkan komoditas tersebut diserahkan kepada pihak importir, sedangkan yang mengeksekusi adalah Bea Cukai.
Perseteruan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dengan Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang makin pelik dalam kasus impor garam disesalkan kalangan pengamat kelautan. Pemerintah memang seharusnya tidak lagi mengimpor garam, terutama asal India.
Memang kompleks perseteruan kedua belah pihak itu. Di satu sisi Kemendag terus melakukan impor garam, di sisi lain KKP tidak optimal untuk meningkatkan produksi garam dalam negeri.
Banyak hal yang menyebabkan Indonesia masih mengalami ketergantungan impor garam. Salah satunya karena pertumbuhan suplai dan demand yang masih berada dalam rasio 1:3. Selain itu, tidak semua wilayah di Indonesia mampu dijadikan tempat pengelolaan garam, mengingat kondisinya yang kurang memenuhi syarat.
Adapun kebutuhan garam nasional sekira tiga juta ton, membuat Indonesia harus mengimpor garam 1,8 juta ton per tahun. Volume impor itu terus bertambah seiring meningkatnya kebutuhan dalam negeri untuk keperluan industri dan konsumsi rumah tangga rata-rata dua persen per tahun.
Masalah impor garam ini pun memicu perselisihan antara Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Kementerian Perdagangan (Kemendag). Akibat masuknya impor garam tersebut, KKP melakukan penyegelan terhadap garam impor India yang masuk ke pelabuhan Bali. Sebelumnya pihak KKP pernah melakukan hal serupa terhadap 11.800 ton garam impor yang masuk ke pelabuhan Banten milik PT Sumatraco Langgeng Makmur dan 29.050 ton garam yang masuk ke pelabuhan Belawan di Medan.
Sementara itu, Kemendag justru mengklaim, produksi garam nasional berada di bawah rata-rata kebutuhan nasional, sehingga impor garam menjadi suatu keharusan untuk menjaga ketersediaan pasokan bagi masyarakat.
Namun, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Fadel Muhammad geram dengan masuknya garam impor tersebut dan sempat bertekad akan membakar pasokan impor garam yang saat ini disegel oleh pihaknya. Hal ini dikarenakan keberadaan impor garam selama ini begitu meresahkan garam petani.
Protes soal garam impor tak hanya datang dari Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Fadel Muhammad, Menteri Perindustrian MS Hidayat pun menginstruksikan kepada pelaku industri untuk membeli garam petani guna melindungi para petani dari serbuan garam impor. Menurutnya, hal tersebut sesuai dengan SK Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan tanggal 5 Mei 2011.
Hidayat menegaskan, apabila hal itu tidak dilakukan, maka pihaknya akan meminta Kementerian Perdagangan untuk mengevaluasi kinerja sekalligus mencabut izin impor pelaku industri. Dalam SK tersebut menyebutkan, harga garam kualitas pertama sebesar Rp750 per kilogram (kg) dan kualitas kedua Rp500 per kg. Saat ini, harga garam di tingkat petani terus merosot hingga Rp 400 per kg. Hal itu disinyalir terjadi karena masuknya garam impor.Namun hingga pertengahan bulan agustus 2011, impor garam makin merajalela yang menyebabkan terpuruknya petani garam baik secara ekonomi maupun mental.
Sumber : Data diolah dari kantor berita ANTARA
SOLUSI
Pada kasus impor garam tersebut, solusi yang dimungkinkan antara lain :
1. Dibutuhkannya Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah yang mengatur mengenai periode impor garam.
2. Harus ada perlindungan atau proteksi yang diberikan oleh pemerintah kepada petani garam domestik agar kegiatan usaha mereka dapat tetap berlangsung dan terjamin harga jualnya di pasaran domestik.
3. Pemerintah harus dapat mengelola panen raya garam di dalam negeri dengan sebaik mungkin agar mencukupi persediaan garam di dalam negeri.
4. Departemen Kelautan dan Perikanan harus berkoordinasi secara baik dengan berbagai pihak yang terkait demi kelancaran kegiatan panen raya garam.
5. Persaingan dalam perdagangan garam di dalam negeri harus mengutamakan etika bisnis supaya tidak terjadi persaingan yang tidak sehat akibat hilangnya pasar para petani garam domestik.
UNDANG-UNDANG
A. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20 Tahun 2005 tentang Ketentuan Impor Garam. Kebijakan pembatasan impor bertujuan untuk menjaga kestabilan harga garam produksi dalam negeri dan meningkatkan kesejahteraan petani.
B. SK Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan tanggal 5 Mei 2011 menginstruksikan kepada pelaku industri untuk membeli garam petani guna melindungi para petani dari serbuan garam impor.
C. Surat Kementerian Perdagangan terkait dengan pengaturan importasi garam melalui surat Nomor: B.480/MEN-KP/VIII/2011.
D. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 20/M-DAG/PER/9/2005 TENTANG KETENTUAN IMPOR GARAM.
Kesimpulan
Menurut kelompok kami, kesimpulan yang dapat diambil adalah :
1. Petani garam lokal membutuhkan perlindungan berupa payung hukum positif ( UU, PP, dll. ) dari pemerintah dalam menjalankan usahanya agar tidak tertindas oleh pengusaha garam impor.
2. Etika bisnis dalam berdagang perlu diwujudkan secara nyata dalam perdagangan garam di dalam negeri antara pengusaha garam lokal dan pengusaha garam impor.
3. Koordinasi antara Departemen Kelautan dan Perikanan dengan pihak lain yang terkait harus terjalin dengan baik agar produksi garam dalam negeri dapat maksimal.

 

FIFA Skors Presiden FA Guyana Akibat Skandal Suap

Pelanggaran Kode Etik Profesi yang terjadi adalah :

 

  1. Tanggung Jawab Profesi

Dalam kasus ini, Presiden FA Guyana Colin Klass telah melanggar kode etik tanggung jawab profesi  karena tidak mampu memelihara kepercayaan yang diberikan kepadanya dan tidak bertanggung jawab atas profesi dirinya sendiri melalui penerimaan suap.

 

  1. Kepentingan Publik

Akibat tindakannya dalam skandal suap ini, Colin Klass telah mengorbankan kepentingan publikdan lebih memntingkan kepentingan golongan. Ia gagal menunjukkan dedikasi dan komitmennya atas sikap profesionalnya kepada masyarakat.

 

  1. Integritas

Dalam hal ini, Colin Klass dianggap tidak mampu menjaga integritasnya sebagai Presiden FA Guyana dihadapan FIFA. Ini dikarenakan ia telah bersikap tidak jujur dan melakukan kecurangan dengan sengaja dalam pemilihan presiden FIFA.

 

  1. Objektivitas

Colin Klass juga tidak mampu menjaga objektivitasnya karena seharusnya dalam menjalankan profesinya, ia bebas dari benturan kepentingan golongan dalam memenuhi kewajiban profesionalnya. Dengan adanya kasus ini, kualitas Colin Klass menjadi dipertanyakan sebagai presiden FA. Ia tidak jujur secara intelektual dan berada dibawah pengaruh pihak lain.

 

  1. Perilaku Profesional

Kasus skandal suap ini telah membuktikan bahwa Colin Klass tidak konsisten atau inkonsisten pada reputasi profesi yang baik. Secar tidak langsung, ia telah mendeskriditkan profesinya dan menunjukkan cerminan yang tidak baik kepada masyarakat dunia khususnya masyarakat Guyana sendiri.

Ketua IASB Hans Hoogervorst membuka konferensi penyusun standar akuntansi dunia hari Kamis, !% September 2011 di London, World Standard Setters Conference (WSS) adalah perhelatan tahunan yang diselenggarakan oleh IASB (International Accounting Standard Board) untuk menampung masukan dari penyusun standar akuntansi dari semua negara.  Kegiatan ini dihadiri oleh kurang lebih 150 peserta yang terdiri atas penyusun standar akkuntansi dari 59 negara.

Dalam sambutannya, ketua IASB yang baru mulai menjabat menggantikan Sir David Tweedie Juli lalu, Hans Hoogervorst mengatakan bahwa IASB menjamin bahwa proses penyusunan IFRS (International Financial Reporting Standards) tidak akan memihak pada juridiksi atau negara tertentu.  Walaupun kantor IASB berada di London, namun masukan yang diterima oleh IASB datang dari seluruh penjuru dunia. Jaminan yang diberikan Hans tentunya menenangkan negara-negara Asia, yang selama ini banyak beranggapan bahwa IASB lebih banyak dipengaruhi oleh Eropa dan Amerika Serikat.  “Dengan ancaman krisis ekonomi di Eropa akibat dari krisis keuangan Yunani, kerjasama yang bersifat internasional sangat dibutuhkan.  Penyusun IFRS bukanlah suat proses menara gading yang tidak mendengarkan masukan internasional, sehingga konferensi seperti ini sangat penting untu IASB” demikian ungkap Hans Hoogervorst dalam sambutannya.

Hans juga memberikan apresiasinya kepada negara-negara Asia yang mulai terlibat dalam penyusunan IFRS seperti Malaysia yang membuat riset mengenai Akuntansi Agrikultur dan Korea yang membantu IASB dalam riset mengenai transaksi mata uang asing.  Riset yang dilakukan oleh Malaysia dan Korea membuat kedua topik tersebut diperhatikan oleh IASB dan masuk ke dalam “Agenda Consultation 2011” yang dikeluarkan IASB Juli lalu dan membuka komentar masukan sampai 30 November 2011.

Kegiatan WSS akan berlangsung dua hari yakni Kamis dan Jum’at dan akan mendiskusikan banyak topik seputar perkembangan IFRS di masa depan Indonesia diwakili oleh Rosita Uli Sinaga, Ketua DSAK-IAI (Dewan Standar Akuntansi Negara – Ikatan Akuntan Indonesia) dan Ersa Tri Wahyuni, technical advisor IAI.  Konferensi kali ini sangat penting dan menarik karena IASB baru saja memiliki ketua baru yang dapat mengubah fokus IASB dalam menentukan agenda kerjanya di masa depan.  Didalam sambutannya, ketua IASB juga menyebutkan beberapa negara yang sedang dalam proses IFRS termasuk Indonesia.

“Semenjak Indonesia menjadi tuan rumah IFRS Froum di Bali, Indonesia lebih menjadi perhatian IASB dibandingkan sebelumnya.  Haln ini tentunya sangat baik karena meningkatkan exposure Indonesia di dunia internasional” ungkap Rosita Uli Sinaga merujuk pada suksesnya kegiatan IFRS Regional Policy Forum di Bali pada Mei 2011 yang dihadiri oleh 300 peserta dari 20 negara termasuk ketua dan anggota IASB.

Dalam kongferensi tingkat dunia ini, perwakilan negara yang memiliki permasalahan implementasi IFRS berusaha untuk memberikan masukan kepada IASB agar topik yang diusung oleh negara tersebut menjadi agenda kerja IASB dalam tiga tahun ke depan.  Negara-negara di Ais dan Oceania yang bergabung dalam AOSSG (Asian Oceanian Standard Setters Group) berusaha membuat masukan atas nama grup negara sehingga lebih kuat dan akan lebih diperhatikan.  AOSSG melakukan diskusi tertutup dengan IASB sehari sebelumnya tanggal 14 September untuk membahas masukan-masukan dan concerns dari negara-negara di Aisa dan Oceania terutama untuk standar-standar akuntansi baru IASB seperti instrumen keuangan, Sewa, Pendapatan, Kontrak Asuransi.

Kerjasama regional yang dilakukan oleh AOSSG dan dimulai sejak 2009 menjadi motivasi untuk regional lainnya, memulai kerjasama serupa.  Negara-negara di Afrika pada bulan Mei 2011 membentuk PAFA (Pan African Federation of Accountants) yang memiliki 37 anggota organisasi dari 34 negara.  Sedangkan negara-negara di Amerika Selatan juga membentuk GLASS (Group of Latin American Accounting Standard Setters) pada Juni 2011 yang memiliki anggota dari 12 negara.  Ketua AOSSG, PAFA dan GLASS memberikan presentasi dalam sesi panel hari pertama dalam WSS dan membahas apa yang telah dan akan dilakukan oleh organisasi masing-masing.

“Indonesia sedang dalam masa konvergensi standar akuntansinya ke IFRS dengan target tahun 2012.  Sangat penting bagi Indonesia untuk berpartisipasi dalam kegiatan internasional agar suara Indonesia dapat diperhatikan” ujar Rosita, Ketua DSAK-IAI.  Untuk konferensi kali ini Indonesia mengusulkan beberapa topik menjadi agenda IASB untuk tiga tahun ke depan yaitu standar akuntansi agrikultur, transaksi shari’ah, akuntansi untuk perusahaan tambang dan perminyakan juga akuntansi kombinasi bisnis untuk entitas sepengendali.  Keempat topik tersebut relevan untuk Indonesia yang merupakan negara agraris juga penghasil minyak dan tambang.

Dikutip dari : http://www.iaiglobal.or.id

Kuliah bukan satu-satunya

Kuliah..sudah pasti di universitas atau pun sekolah tinggi. Saat ini banyak sekolah tinggi dan universitas yang berkualitas baik. Sehingga menarik minat para lulusan SMA / SMK. Kalau dijabarkan, untuk apa sih kuliah ? jawaban yang paling tepat adalah sebagai jalan untuk mencapai cita-cita. Tapi pernahkah dibenak Anda terlintas bahwa kuliah bukan jalan satu-satunya untuk menggapai cita-cita. Jaman sekarang banyak lulusan universitas atau sekolah tinggi yang menganggur. Semakin tingginya jumlah permintaan kerja yang tidak sebanding dengan  banyaknya lapangan kerja menjadi alasan mengapa banyak pengangguran di negeri kita ini.

Kalau bukan kuliah lalu apa ? Kini banyak masyarakat yang tidak mampu meneruskan sekolahnya hingga ke bangku kuliah. Semua karena mahalnya biaya kuliah yang setiap tahun semakin mahal. Orang-orang pun mulai mencari cara bagaimana agar dapat sukses dalam hidupnya sekalipun tanpa melewati bangku kuliah. Salah satunya adalah : Bisnis. Melalui jalur bisnis , banyak orang dapat berhasil meskipun perjalanan akademisnya kurang bagus.

Oleh karena itu, kuliah bukan jalan yang mutlak untuk dapat menjadi jembatan menuju sukses. Semakin berkembangnya dunia bisnis , maka semakin terbuka juga jalan untuk menuju sukses.